Terapi Klien-Center (berpusat pada klien)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pada
dasarnya hakikat manusia adalah individu yang tidak bisa hidup sendiri
melainkan harus berkelompok atau berpasangan, oleh karena itu setiap problem
atau masalah yang dihadapi oleh manusia pasti membutuhkan orang lain untuk
membantu menyelesaikan masalahnya agar menemukan jalan keluar atau solusi dari
masalah yang sedang dihadapi. Dan teori client centered therapy memberikan
penjelasan tentang bagaimana individu dapat menyelesaikan masalahnya sendiri
serta dapat mengambil pembelajaran dari pengalaman masalah yang sebelumnya,
agar individu bisa terus berusaha untuk menghadapi ataupun menyelesaikan
masalahnya sendiri.
Istilah
Cient-Centered sukar diganti dengan istilah bahasa indonesia yang singkat dan
dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan peranan
konseli sendiri dalam proses konseling. Mula-mula corak konseling ini disebut
konseling nondirektif untuk membedakannya dari corak konseling yang mengandung
banyak pengarahan dan kontrol terhadap proses konseling dipihak konselor,
seperti dalam Konseling Klinikal dan Psikoanalisis. Kemudian mulai digunakan
nama Konseling Client-Centered,
dengan maksud menggaris bawahi individualitas konseli yang setaraf dengan
individualitas konselor. Sehingga dapat dihindari kesan bahwa konseli
menggantungkan diri pada konselor, konselor meletakan tanggung jawab utamanya
dalam proses terapi kepada klien. Oleh karena itu konseling Client centered
berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan,
sebab klien merupakan individu yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, dan
pantas menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya.
B. RUMUSAN
MASALAH
Bagaimana isi pemahaman
mengenai pendekatan Client Center?
C. TUJUAN.
Agar
calon guru BK dapat mengetahui dengan detail mengenai Konseling Client Centered
dan mampu mengaplikasikan dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
Carl Ronsom
Rogers (1902-1987) pada tahun 1940 (Corey 1986: 100, corey 1995: 291-294)
mengembangkan teori yang disebut non-directive
counseling (konseling non-direktif) sebagai reaksi atas pendekatan yang
direktif dan psikoanalitik. Rogers menentang asumsi dasar bahwa “konselor tahu
apa yang terbaik”. Dia juga menentang kesahihan dan prosedur terapeutik yang
telah secara umum dapat diterima seperti nasehat, saran, himbauan, pemberian
pengajaran, diagnosis, dan tafsiran. Didasarkan pada keyakinannya bahwa konsep
dan prosedur diagnostik kurang memadai, berprasangka, dan sering kali
disalahgunakan, maka pendekatannya tidak dengan menggunakan cara tersebut.
Konselor non direktif mennghindar dari usaha untuk melibatkan dirinya dan
menyelesaikan masalah mereka sendiri apabila mereka terlibat dalam hubungan
terapeutik. Sejak semula ia menekankan sikap dan karakteristik pribadi terapis
dan kualitas hubungan klien sebagai penentu utama dalam prosedur terapeutik.
Rogers
(dalam Corey 1988) memandang manusia sebagai individu yang tersosialisasi dan
bergerak ke depan, berjuang untuk berfungsi sepenuhnya, serta memiliki kebaikan
yang positif. Dengan asumsi tersebut pada dasarnya manusia dapat dipercayai,
kooperatif dan konstruktif.
A. Pengertian
Client Centered Therapy
Carl
R. Rogers mengembangkan terapi client centered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada
hakekatnya pendekatan client-centered adalah cabang dari terapi humanistik.
Pendekatan ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya
sendiri. Rogers mengemukakan bahwa Client Centered Therapy (CCT) menuntun kapasitas
klien untuk menemukan cara agar bisa menghadapi realitas pada pribadi klien bukan
pada problema yang dikemukakan oleh klien. Sasaran dari terapi ini bukan hanya
sekedar menyelesaikan problema, tetapi juga dapat membantu klien dalam proses
pertumbuhannya. Dalam proses terapi Client Centered Therapy klien akan mampu
untuk mengeksplorasi ruang lingkup dari perasaannya lebih luas. Klien dapat
mengungkapkan segala perasaan yang pernah dibiarkan sembunyi. Pengalaman klien
selama ini adalah proses membuang belenggu psikologis yang selama ini
menggannggunya.hal ini memberikan pengertian bahwa klien di pandang sebagai
partner dan konselor sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan
klien untuk dapat berkembang sendiri.
Menurut
Prayitno dan Erman Amti terapi client centered adalah klien di beri kesempatan
mengemukakan persoalan, perasaan, serta pikiran-pikirannya secara bebas.
Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang memiliki masalah pada
dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi maslahnya sendiri.
Maka
disimpulkan bahwa Client Centered Therapy adalah terapi yang berpusat pada diri
klien, yang mana seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien
agar dapat berkembang atau keluar dari masalahnya yang sedang di hadapinya.
Menurut Rogers terdapat enam
kondisi yang diperlukan dan dianggap cukup bisa menciptakan perubahan
kepribadian. Diantaranya :
1. Ada
dua orang dalam kontak psikologis.
2. Orang
pertama adalah klien yang datang karena mengalami hal yang tidak kongruen.
3. Orang
kedua adalah terapis yang kongruen dan terinterasi dalam hubungan itu.
4. Terapis
menaruh perhatian positif yaitu betul-betul perduli terhadap klien.
5. Terapis
mengalami pemahaman secara empati terhadap ukuran internal dengan klien
membentuk sikap atau keputusan dan usaha untuk mengkomunikasiannya dengan
klien.
6. Yang
dikomunikasikan kepada klien yang berupa pemahaman empati dan perhatian positif
tanpa syarat itu diterima dalam tingkat yang minim.
Menurut Rogers hubungan klien
dengan terapis berciri kesamaan derajat. Oleh karena terapis tidak merahasiakan
pengetahuannya ataupun berusaha untuk menjadikan proses terapi menjadi mistik. Fokus
terapi ini berfokus pada diri klien sendiri maka hambatan budaya bukan menjadi
hambatan seperti dalam praktik terapi lainnya.
Menurut W.S Winkel Client Centered
Counseling merupakan istilah counseling client centered sukar di ganti dengan
istilah bahasa indonesia yang singkat dan mengenang, dapat dideskripsikan dengan
mengatakan corak konseling yang menekankan peranan konseli sendiri dalam proses
konseling. Corak konseling di sebut konseling non direktif untuk membedakannya
dari corak konseling yang mengandung banyak pengarahan dan kontrol terhadap
proses konseling di pihak konselor, seperti dalam konseling klinikal dan
psikoanalisis
T B. Tokoh
yang Mengemukakan Teori Client Centered Therapy
Carl
Rogers adalah seorang Psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis
yang berpusat pada klien (Client Centered) Rogers. Rogers kemudian menyusun
teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori
Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda
dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau
sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses
perkembangan hidup alamiah, sementara kejahatan dan persoalan kemanusiaan lain
di pandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.
Rogers
dilahirkan pada tanggal 8 januari, 10902 di Oakpark lilinois, pinggiran kota
Chicago. Ayahnya, Walter A Rogers, seorang pekerja teknik sipil dan ibunya,
Julia M Cushing seorang ibu rumah tangga dan seorang kristen pentakostal yang
setia. Carl adalah anak ke empat dari enam bersaudara.
C. Konsep
Dasar
Pendekatan
person-centered therapy menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu
yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus
pada bagaimana membantu dan mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk
dapat mengatasi permasalahannya dan mencapai kebahagiaan. Konsep dasar dari
terapi ini adalah hal-hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri dan
aktualisasi diri. Menurut rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri
yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan
dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai “aku” (I) atau “diriku” (me).
Kemudian, bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri saat
mereka belajar apa yang terasa baik dan terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan
dan tidak menyenangkan. Selanjutnya, mereka mulai untuk mengevaluasi pengalaman
mereka sebagai pengalaman positif dan negatif, menggunakan kecenderungan
aktualisasi sebagai kriteria. Saat bayi telah membangun struktur diri yang
mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi
diri merupakan bagian dari kecenerungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan
kecenderungan itu sendiri. Secara singkat, aktualisasi diri adalah
kecenderungan untuk mengaktualiassikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam
kesadaran. Rogers mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept)
dan diri ideal (ideal-self).
· Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan
dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individu tersebut. Konsep diri
tidak identik dengan diri organismik. Bagian-bagian diri organismik berada
diluar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut. Saat
manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam
menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak
konsisten dengan konsep diri mereka biasanya disangakal atau hanya diterima
dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.
· Diri Ideal
Diri ideal didefinisikan sebagai pandangan seseorang
atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut,
biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaan yang besar
antara diri ideal dengan konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan
kepribadian yang tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis akan
melihat sedikit perbedaan antara konsep dirinya dengan apa yang mereka inginkan
secara ideal.
· Unsur-unsur
Person-Centered Therapy.
Munculnya Gangguan. Hambatan atas pertumbuhan
psikologis terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat,
ingkongruensi, sikap difensif, dan disorganisasi. Penghargaaan bersyarat dapat
berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta menghambat manusia dari
merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Ingkongruensi berkembang
saat diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik
dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenderung menjadi defensif
serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi
ingkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan
penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung
tidak menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas,
terancam, dan defensif. [1]
D.
Pandangan tentang Sifat Manusia
Teori Rogerstentang pandangan manusia yang di kutip oleh
Prayitnodan Erman Amti disebutkan bahwa terapi ini sering juga disebut
denganpendekatan yang beraliran humanistik. Yang mana menerka akan
pentingnya pengembangan
potensi dan kemampuan secara hakiki ada pada setiapindividu. Potensi
dan kemampuan yang telah
berkembang itu menjadipenggerak bagi upaya individu untuk mencapai tujuan-
tujuan hidupnya.[2]
Manusia merupakan makhluk sosial dimana keberadaan setiapmanusia
ingin dihargai, dan diakui keberadaannya serta mendapatkanpenghargaan yang
positif dari orang lain dan rasa kasih sayang adalahkebutuhan jiwa yang paling mendasar dan pokok
dalamhidup manusia.Pandangan client centered tentang sifat manusia menolak
konsep tentangkecenderungan – kecenderungan negative dasar.[3]Hakikat
manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut :
- Setiap manusia berhak mempunyai setumpuk pandangan sendiri danmenentukan haluanhidupnya sendiri, serta bebas untuk mengejarkepentingannya sendiri selamatidak melanggar hak- hak orang lain.
- Manusia pada dasarnya berahlak baik, dapat diandalkan, dapatdipercayakan, cenderung bertindak secara konstruktif. Naluri manusiaberkeinginan baik,bagi dirinya sendiri dan orang lain. Rogers berpendapatoptimis terhadap daya kemampuan yang terkandung dalam batinmanusia.
- Manusia, seperti makhluk hidup yang lain, membawa dalam dirinyasendiri kemampuan, dorongan, dan kecenderungan untukmengembangkan diri sendiri semaksimal mungkin.
- Cara berfikir seseorang dan cara menyesuaikan dirinya terhadap keadaan hidup yang di hadapinya, selalu sesuai dengan pandangannya sendiriterhadap diri sendiri dan keadaan yang dihadapinya.
- Seseorang nantinya menghadapi persoalan jika unsure- unsure dalamgambaran terhadap hdiri sendiri timbul konflik dan pertentangan, lebihantara Siapa saya ini sebenarnya (real self) dan saya seharusnyamenjadi orang yang bagaimana (ideal self).[4]
E.
Asumsi Perilaku Bermasalah
Klien memiliki kemampuan untuk menjadi sadar atas masalah-masalahnyaserta cara- cara mengatasinya. Kepercayaana di letakkan padakeasanggupan klien
untukmengarahkan dirinya sendiri. Kesehatan mentaladalah keselarasan antara diri ideal
dengan diri riil.
Pribadi yang penyesuaiannya baik sangat erat hubungannya
denganpengalamanindividu, yaitu segenap pengalamannya diasimilasikan
dandisadari ke dalam hubungan yang selaras dengan konsepsi self. Sebaliknya,penyesuaian psikologis yang salah terjadi apabila
konsepsi self menolakmenjadi sadar pengalaman, yang selanjutnya tidak
dilambangkan dan tidakdiorganisasikan ke dalam struktur self secara utuh.[5]
F.
Tujuan Terapi
Rogers
(1980) memberikan penjelasan sesuai dengan logika bahwa ketika seseorang
merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa syarat, mereka
menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya mereka dapat dicintai. Sehingga,
tujuan dari person-centered therapy adalah untuk membuat klien/pribadi
seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka sendiri dan untuk mempunyai
penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap diri mereka.
Tujuan
dasar dari layanan client centered yaitu sebagaiberikut:
- Keterbukaan kepada pengalaman
Keterbukaan
pada pengalaman perlu
memandang kenyataan tanpamengubah empati yangcermat dan dengan usaha untuk
memahamikerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian
terutamapada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
- Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam
membangunrasa percaya terhadap diri sendiri. Pada tahap permulaan terapi,kepercayaan klien terhadap
diri sendiri dan terhadapputusan- putusannyasendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran danjawabanjawabandari
luar kairena pada dasarnya mereka tidak mempercayaikemampuan dirinya untuk
mengarahkan hidupnya sendiri.
- Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan
kepercayaan diri,berrati lebih banyak mencari jawaban- jawaban pada diri
sendiri bagimasalah- masalah keberadaannya. Dia menetapkan standar- standar tingkah laku dan
melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuatputusan- putusan dan pilihan-
pilihan bagi hidupnya.
- Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang
merupakanlawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting.
Meskipunklien boleh jadi menjalani terapi untuk sejenis formula untuk
membangunkeadaan berhasi dan berbahagia, mereka menjadi sadar bahwapertumbuhan adalah suatu
proses yang berkesinambungan.[6]
Konsep-konsep pokok
Ada beberapa konsep pokok yang
mendasari operasionalisasi dari teori konseling client centered yang mesti
dikuasai oleh seorang konselor. Menurut Natawidjaja (2009:238-251)
konsep-konsep pokok tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis
penting pendekatan berpusat
Pendekatan dasar dari kelompok berpusat pada pribadi
dalam konseling kelompok dikemukakan oleh Rogers (1980) bahwa individu-individu
di dalam dirinya memiliki sumber daya yang luas untuk memahami dirinya sendiri
dan untuk mengubah konsep dirinya, sikap dasar, dan perilaku yang diarahkan
sendiri. Iklim yang diperlukan yang dapat melepaskan kecenderungan membentuk
dan mewujudkan diri itu ditandai oleh tiga sikap konselor, yaitu keadilan,
penghargaan positif tanpa syarat, dan empati. Dengan demikian, dalam konseling
kelompok, prosesnya sangat dipengaruhi oleh pribadi konselor dan
individu-individu dalam kelompok.
b.
Kepercayaan terhadap proses kelompok.
Rogers (1970) menyatakan kepercayaan yang mendalam
terhadap kemampuan kelompok untuk mengembangkan potensinya sendiri dan juga
potensi setiap peserta kelompok untuk mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya. Kelompok akan maju dengan sendirinya, tetapi akan merupakan sikap yang
lancang bagi konselor apabila dia merasa dapat mengarahkan gerak maju itu
kearah tujuan khusus tertentu.
c.
Mendengarkan secara aktif.
Mendengarkan secara aktif bukan hanya mendengarkan
kata-kata yang diucapkan konseli, melainkan juga menangkap makna dibelakang
pernyataan verbal dari konsli. Dalam hal ini konselor harus mampu memberi
kemudahan untuk munculnya pernyataan yang paling sungguh-sungguh dari
pengalaman konseli yang subjektif.
d.
Empati.
Konsep dasar yang paling penting dalam pendekatan
berpusat pada pribadi adalah konsep tentang empati, yang pada dasarnya
merupakan kemampuan untuk memasuki dunia subyektif orang lain, dan kemampuan
untuk mengkomunikasikan pemahaman itu kepada orang yang bersangkutan. Kemampuan
untuk menyatakan empati secra efektif tergantung kepada adanya sikap perlakuan
yang ada dan keinginan yang sungguh-sungguh untuk memahami dunia pribadi orang
lain.
e.
Pengahargaan pribadi tanpa syarat dan kehangatan
Pengahargaan positif itu menyangkut upaya untuk
mengkomunikasikan dan tidak disertai dengan penilaian terhadap perasaan dan
pemikiran perhatian dan kasih sayang tanpa syarat konseli. Perhatian dan
kehangatan itu adalah gagasan untuk mengembangkan suatu sikap penerimaan
terhadap kelompok sebagai keseluruhan.
f.
Keaslian dan pengungkapan diri
Keaslian berarti bahwa apa yang dinyatakan konselor
adalah kongruen atau selaras dengan apa yang dihayatinya, sekurang-kurangnya
proses konseling. Mengenai pengungkapan diri konselor itu, Egan (1982)
mengemukakan bahwa pengungkapan diri itu adalah tepat, apabila hal itu dapat
membantu konseli mencapai tujuan perawatan seperti dikemukakan dalam proses
bantuan itu.
g.
Rasa hormat
Rasa hormat dapat diartikan sebagai sikap menghargai
orang lain sebagaimana adanya. Sikap menghormati ini mengisyaratkan pandangan
bahwa konseli dan konselor mempunyai kedudukan yang sama dalam hubungan
terapeutik, bahwa konseli merupakan pribadi tersendiri yang unik yang mempuyai
hak untuk memandang segala sesuatu dari sisi yang menguntungkan dirinya.
h.
Kesegaran (Immediacy)
Egan (1982) menjelaskan kesegaran sebagai “percakapan
anda-aku” (you me talk), dan dia melihat bahwa konselor perlu mempelajari
keterampilan-keterampilan untuk mampu menjajaki secara terbuka dan langsung apa
yang terjadi disini dan saat ini dalam rangka hubungan antar pribadi.
Percakapan yang timbal balik itu diperlukan apabila konselor menyadari bahwa
dia atau konseli-konselinya mempunyai pikiran dan perasaan yang tidak dapat
diungkapkan secra verbal mengenai apa yang terjadi dalam pertemuan kelompoknya,
terutama apabila pemikiran dan perasaan yang tak terkatakan itu mengganggu
kelancaran pertemuan itu.
i.
Kekonkretan
Kekonkretan merupakan kekhususan dalam mendiskusikan
kepedulian, perasaan, pemikiran dan tinndakan seseorang. Hal itu sangat penting
selama tahap-tahap awal dari perkembangan kelompok, pada waktu para konseli menentukan hal-hal yang ingin
mereka capai dari partisipasinya dalam kelompok.
j.
Konfrontasi
Konfrontasi dalam arti terapeutik adalah usaha untuk
menunjukan perbedaan atu kesenjangan antara berbagai sikap, pemikiran atau
perilaku. Egan (1982) mengartikan konfrontasi sebagai undangan pada seseorang
untuk menguji perilakunya secara lebih jujur. Konfrontasi dapat dilihat sebagai
mencurahkan perhatian dan seyogyanya dilakukan sedemikian rupa supaya mendorong
mereka yang dikonfrontasikan itu memperhatikan adanya ketidakselarasan itu
dapat menghambat dan mengurangi kekuatan diri mereka sendiri.
G. Peran
Terapis
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan
sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling,
konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor
merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien. Agar peran ini dapat
dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim
atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling. Selain peranan diatas,
peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan
yang pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan
cara menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian, konselor
merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien
tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses
perubahan tersebut.
H.
Prosedur Terapi Client-Centered
Tahapan konseling berpusat pada person menurut Boy dan
Pine (1981)jika dilihat dari apa yang dilakukan konselor dapat di buat dua tahap.Pertama, tahap membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisifasilitatif
dan hubungan yang subtantif seperti empati, kejujuran, ketulusan,penghargaan
dan positif jtanpa syarat. Tahap Kedua, tahap kelanjutan yangdisesuaikan
dengan efektifitas hubungan disesuaikan dengan kebutuhan klien.Sedangkan jika
dilihat dari segi pengalaman klien dalam proseshubungan konseling dapat di
jabarkan bahwa proses konseling dapat di bagi menjadi empat tahap, yaitu:
1.
Klien
datang ke konselor dalam kondisi tidak kongruensi, mengalamikecemasan, atau
kondisi penyesuaian diri tidak baik.
Misalkan :
Klien datang kepada konselor dengan mimik wajah yang
sangatkusam, takut, pakaian keadaan tidak rapi. Seakan-akan masalah yangdihadapinya sangat besar.
2.
Saat
klien menjumpai konselor dengan penuh harapan dapat memperolehbantuan, jawaban
atas permasalahan yang hsedang dialami, danmenemukan jalan atas kesulitan-
kesulitannya.
Misalkan :
Klien datang kepada konselor dan mempunyai harapan
dapatmemperoleh bantuan, kemudian konselor memberikan alternativebantuan antara
lain bimbingan konseling individu, konselingbehavior, dan terapi client
centered. Dari beberapa alternativebimbingan yang diberikan maka alternative
yang cocok diberikankepada konseli adalah terapi client centered karena sesuai denganmasalah
yang dialami klien.
3.
Pada
awal konseling klien menunjukkan perilaku, sikap, dan perasaannyayang kaku. Dia
menyatakan permasalahan yang dialami kepada konselorsecara permukaan dan belum
menyatakan pribadi yang dalam.
Misalkan :
Pada saat awal proses konseling konseli datang dengan
sikap yangragu- ragu, takut. Pada saat konseli ditanya oleh konselor
makajawaban yang diberikan oleh konseli belum bisa berterus terang,sehingga
membutuhkan waktu untuk selanjutnya, dan usaha yangdilakukan oleh konselor adalah
menanamkan kepada konseli
4.
Klien
mulai menghilangkan sikap dan perilaku yang kaku, membuka diriterhadap
pengalamannya, dan belajar untuk bersikap lebih matang danlebih teraktualisasi,
dengan jalan menghilangkaln pengalaman yangdialaminya.[7]
Misalkan :
Pada tahap terapi yang terakhir ini konseli mulai
menghilangkan sikaptakut, dan ragu- ragu. Sehingga konseli sudah mulai terbuka didepankonselor
tentang permasalahan yangdialaminya, dan konseli mulaimenceritakan hal- hal
dengan permasalahan yang dihadapi.
I.
Ciri-ciri
Ciri- ciri konseling berpusat pada person sebagai
berikut:
- Focus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah
- Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek
- Masa kini lebih banyak diperhatikakn dari pada masa lalu
- Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling
- Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengankeadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya
- Hubungan konselor dank lien merupakan situasi pengalaman terapetikyang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral danmandiri.
- Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselorbersifat pasif.[8]
J.
Teknik Terapi
Secara garis besar tekhnik terapi Client- Centered
yakni:
a) Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi
yangmerealisasikan segala kondisi.
b) Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan
peka, yangmenyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
c) Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan
seluruhperasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri danmengembangkan
suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri danperilakunya.[9]
- Hubungan antara Klien dan Konselor
Rogers (dalam Ivey dan Downing, 1980,
Corey, 1986)mensyaratkan enam kondisi yang diperlukan dalam menciptakanhubungan
antar keduanya dalam rangka menciptakan perubahankepribadian:
1. Ada dua orang dalam kontak psikologis
2. Orang pertama disebut klien, orang yang
mengalami inkongruensi.
3. Orang kedua, disebut konselor, adalah
orang yang kongruen yangdapat mengaktualisasikan dirinya.
4. Terapis memberikan perhatian positif (unconditional
positiveregard)dan peduli terhadap klien.
5. Terapis mengalami pemahaman empatik
terhadap ukuran internalklien untuk membentuk sikap atau keputusan dan usaha
untukmengomunikasikannya dengan klien.
6. Komunikasi klien kepada konselor yang
berupa pemahaman empatik dan penghargaan positif tanpa syarat
adalah dalam rangkapencapaian derajat minimal.
Dalam perspektif Rogers
hubungan klien berciri kesamaanderajat, karena terapis tidak merahasiakan
pengetahuannya atauberusaha untuk menjadikan proses terapeutik sebagai suatu
halsifatnya bukan mistis dalam rangka proses perubahan yang adadalamdiri klien.
L.
Kelebihan dan Keterbatasan
1.
Kelebihan Pendekatanclient centered therapy
a)
Pemusatan pada klien,bukan pada konselor
b)
Identifikasi dan hubungan terapi sebagai peristiwa
utama dalam mengubah kepribadian.
c)
Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
d)
Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan
penemuan kuantitatif.
e)
Penekanan emosi, perasaan, dan afektif dalam terapi
f)
Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan
optimis
g)
Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika
mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya
h)
Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya
secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi
2.
Kekurangan Pendekatan client-centered therapy
a)
Terapi yang berpusat pada klien dianggap terlalu
sederhana
b)
Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
c)
Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri,
dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
d)
Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang
berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
e)
Sulit bagi terapis untuk bersifat netral dalam situasi
hubungan interpersonal, tetapi menjadi
tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan
bercerita saja tidaklah cukup
f)
Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang
parah
g)
Minimnya teknik untuk membantu klien memecahkan
masalahnya
- Tentang Kasus (Tidak Percaya Diri atau minder)
a) Deskripsi
tentang Minder atau Tidak Percaya Diri
Sikap tidak percaya diri merupakan kebalikan dari sikap
percaya diri,yang mana sikap percaya diri merupakan sikap seseorang yang puas
dengandirinya. Sikap tidak percaya diri juga diartikan perasaan alami manusia
yangdiberikan Tuhan agar kita tidak terlalu kelewat percaya diri dan
akhirnyasombong Dari pengertian diatas dapat di terjemahkan bahwa rasa
tidakpercaya diri merupakan sikap yang tidak dapat ditumbuhkan dari sikap
tidaksanggup berdiri sendiri, tidak sanggup menguasai diri sendiri dan tidak
bebasdari pengendalian orang lain. Menurut Lauser didefinisikan suatu perasaanatau sikap
yang mementingkan diri sendiri, selalu pesimis, ragu- ragu dalammengambil
keputusan.
Menurut M. Zein Hidayat tidak percaya diri adalah seseorang
yangmemiliki perilaku seperti tidak mencoba hal baru, merasa tidak
diinginkandalam lingkungan sekitarnya, emosi terlihatkaku, mudah mengalami
frustasi,hingga terkadang mengesampingkan potensi dan bakat yang dimiliki.[10]
Berdasarkan pendapat diatas dapat di ambil kesimpulan
bahwa rasatidak percaya diri adalah ketidakyakinan seseorang terhadap segala
aspekkelebihan yang dimilikinya seperti tidak percaya dengan kemampuan
yangdimiliki,cara pandang yang negative, dan keyakinan tersebut membuat
merasatidak bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya.
b)
Ciri-ciri. Beberapa ciri atau karakter siswa tidak percaya diri
yaikni:
1.
Susah
berbicara, gagap, gagu
2.
Menutup
diri, adanya rasa malu, dan tidak berani
3.
Ketidak
mampuan berfikir secara mandiri
4.
Merasakan
kejahatan dan bahaya serta bertambahnya rasa ketakutan dankekhawatiran.[11]
c) Penyebab
Kurang Percaya Diri
1.
Cara
mendidik yang salah dan berdasarkan pada ancaman, kekerasan, danpemukulan
setiap kali untuk berbuat kesalahan
2.
Sering
disalahkan, dipukul, diancam, dicela, dan direndahkan
3.
Orang
tua terlalu membatasi setiap perilaku anak dan cara berfikirnya.
4.
Selalu
dibandingkan dengan anak yang lain untuk memberinya motivasi,terkadang justru
memberikan pengaruh yang sebaliknya.
5.
Meremehkan
kemampuan dan harga dirinya serta melemahkan minatnya.
6.
Bentuk
badan yang kecil, tubuhnya yang cacat, seperti: pincang, buntingdan sebagainya.
7.
Rendah
IQ dan keterlambatan dalam belajar
8.
Selalu
mencelanya ketika ia mengalami kegagalan
9.
Banyaknya
pertengkaran antara kedua orang tua.
10. Dibebani pekerjaan yang diluar kemampuannya, dan
bakatnya sehingga iatidak mampu dan gagal.[12]
d) Akibat
Tidak percaya Diri
Sifat tidak percaya diri membawa dampak yang negative
terhadappertumbuhan jiwa seseorang seperti yang dijelaskan, bahwa sifat
tidakpercaya diri mengskibstksn orsng lekas tersinggung karena itu ia
akanmenjauhi pergaulan dengan orang banyak, menyendiri, tidak beranimengungkap
pendapat, tidak berani bertindak sehingga lama kelamaan akanhilang kepercayaan
dirinya. Dan akhirnya ia akan kurang percaya kepadaorang lain, serta pesimis.
Maka dari pendapat di atas jelas bahwa tidak percaya
diri dapatdikatakan sebagai suatu penyakit psikis yang sangat berbahaya dan
dapatmerugikan pribadinya sendiri dan mengakibatkan tekanan mental yang
dalam,karena seseorang yang di hinggapi rasa tidak percaya diri akan selalu
merasadirinya dibawah orang lain, sehingga cenderung mengalami kesukaran
dalamberhubungan dengan orang lain dan merasadirinya terisolasi dari
masyarakatatau merasa kehidupan yang terasing dimasyarakat.
e)
Usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan atau mengurangirasa tidak percaya
diri adalah sebagai berikut :
a.
Menunjukkan
rasa kasih saying, khususnya dari orang tua
b.
Memotivasi
anak dan meningkatkan kemampuanyya serta memujinyadengan kebaikan
c.
Sebaiknya
orang tua tidak tidak terlalu mengatur dalam hal- hal yangmemang terdapat
kelapangan dalam syari’at.
d.
Orang
tua hendaknya tidak saling mengoreksi di hadapan anak- anak,tidak saling,
mencela, atau berselisih dihapan mereka.
e.
Menemaninya
dalam menyelesaikan permasalahannya yang kecil dandalam memilih kebutuhan
pribadinya; seperti memilih mainan, pakaiandan sebagainya.
f) Faktor- faktor yang mempengaruhi tidak percaya diri
Anak bisa memiliki kepercayaan diri ataupun tidak, bisa
dipengaruhioleh beberapa hal, yaitu faktor internal (dalam diri anak) dan
faktor eksternal(dari luar anak).Adapun faktor internal meliputi:
a.
Konsep
diri atau gagasan pada diri sendiri, yaitu bagaimana anak menilaidirinya.
b.
Harga
diri, anak yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung melihatdirinyasebagai
individu yang berhasil. Sebaliknya, anak yang hargadirinya rendah lebih
cenderung bersikap tergantung dan kurang percayadiri.
c.
Kondisi
fisik, penampilan berpengaruh pada rasa percaya diri sehinggaanak yang memiliki
fisik yang lebih sempurna cenderung leih percaya diridibandingkan yang tidak.
d.
Pengalaman
hidup, pengalaman menyenangkan yang mengecewakanbiasanya cenderung membuat anak bisa berpengaruh terhadap rasa
percayadiri, sedangkan,pengalaman yang mengecewakan biasanya
cenderungmembuat anak
menghindar dari lingkungan social dan memiliki rasaminder.[13]
Faktor Eksternal yang mempengaruhi tidak percaya diri
meliputi:
Faktor lingkungan dan pengalaman hidup. Faktor ini biasanya berkaitandengan bagaimana orang tua
mendidik dan mengasuh anak- anaknya. Apabilaorang tua memberikesempatan kepada
anak- anak dalam beraktivitas danmenerima apa yangmenjadi permasalahan anak, biasanya akan
memberikandampak positif terhadap kepercayaan diri anak.
Ada beberapa kesalahan yang terkadang tidak disadari
oleh orang tuadalam memperlakukan anak sehingga menjadi anak kurang percaya
diri antaralain:
1.
Terlalu
sering memanjakan anak, terutama ketika anak menginginkansesuatu selalu
dituruti
2.
Terlalu
sering membentak dan memukul anak
3.
Tidak
memberikan suasana psikologis keluarga yang membuat nyamananak
4.
Sering
menakut- nakuti anaka dalam segala situasi, terutama anak ketikaanaka sedang
menangis dan tidak segera diam
5.
Tidak
memberikan kesempatan kepada anak dalam berfikir danbertindaka. Apa
yang dilakukan anak lebih banyak karena
keinginan danbimbingan orang tua.[14]
g)
Bimbingan Konseling dalam Mengatasi Siswa Tidak
Percaya Diri DenganTerapi Client Centered
Dalam kehidupan ini manusia senantiasa dihadapkan pada
tantangan dankehidupannya yang sangat komplit. Dari sinilah timbul berbagai macam problematau maslaha
yang masing- masing
membutuhkan penyelesaian. Sedangkanpenyelesaian masalah yang dihadapiterkadang
sangat berat sehingga banyakmenemui kesulitan atau tidak menemukan jalan keluar untuk
menyelesaikannya.Sebagaimana yang telah dialami oleh perasaan takut, pendiam, dan tidakpercaya
diri bukanlah sesuatu yang perlu ditakutkan, apalagi sampaimenimbulkan dampak negative pada diri klien.Dalam
menangani siswa tidak percaya diri konselor biasa melakukanlangkah- langkah
sebagai berikut: pemberian bimbingan terhadap siswa yangbertujuan menambah
pengertian para siswa mengenal: pengenalan diri sendiri,dengan menilai diri sendiri dalam hubungan dengan orang
lain. Dan penyesuaiandiri, dengan mengenal dan menerima
tuntunan dan penyesuaian dengan tuntunantersebut.
Bimbingan yang dilakukan tersebut diatas dapat
dilakukan dengan duapendekatan, yakni:
1.
Pendekatan
langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi padasiswa itu sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan
siswatersebut dan membantumengatasinya.
2.
Pendekatan
melalui kelompok dimana iao sudah merupakan anggotakumpulan atau kelompok kecil
tersebut.
3.
Memperkuat
motifasi atau dorongan untuk bisa bersosialisasi dengan baik danmudah serta
merangsang hubungan social yang baik.
4.
Member
nasehat secara umum dengan harapan dapat bermanfaat
5.
Mengadakan
permainan bersama dan bekerja dalam kelompok, dipupuksolidaritas danpersekutuan
dengan pembimbing.
Diharapkan dengan menggunakan bimbingan berpusat pada
person klienbisa keluar dari masalah yang sedang dihadapinya yakni kurang
percaya diri,klien dapat bersosialisasi dengan lingkungan tanpa suatu hambatan
apapun danlebih percaya diri, sehingga klien bisa menerima dirinya dan
pengalaman dimasalalunya tanpa syarat. Sehingga siswa bisa melanjutkan kehidupannya
kedepandengan perasaan senang dan riang.
[1]Corey,
Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi. Bandung:
PT Refika Aditama.
PT Refika Aditama.
[2]Prayitno dan Erman Amti, Dasar- Dasar Bimbingan
Konseling ( Jakarta: PT AsdiMahasatya, 2004) h. 100
[3]Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan
Psikoterapi, (Bandung : Refika Aditama,2009), h.91
[4]WS. Winkel, Bimbingan dan Konseling (Yogyakarta
: PT Grasindo, 2007), h.39
[5]Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta :
Teras, 2008), h.125
[8]Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta :
Teras, 2008), h.128
[10]Thursan Hakim, Mengatasi Rsa Tidak Percaya Diri,
(Puspa Suara, Jakarta, 2002) h.6
[12]http://www.pengertian Tidak Percaya Diri.com (diakses
tg16 juli 2011)
[13]M. Zein Hidayat, Hipnoteterapi Untuk Anak Yang
Kurang Percaya Diri, ( Tiga Kelana,
2010) h.8
Komentar
Posting Komentar